Kuantan Singingi – Polemik keterlambatan pembayaran gaji kepala desa, perangkat desa, dan anggota BPD di Kabupaten Kuantan Singingi memasuki fase paling krusial. Hingga awal Desember 2025, sejumlah laporan menyebutkan bahwa sebagian aparatur desa belum menerima gaji selama tujuh hingga delapan bulan sebuah kondisi yang menjerumuskan mereka ke titik paling kelam dalam beberapa tahun terakhir.
Plt Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinsos PMD) Kuansing, Erdisson, dalam keterangannya saat di konfirmasi a memberikan penjelasan kepada media. Namun alih-alih memberi kepastian, pernyataan tersebut justru membuka babak baru kekecewaan.
“Tunda bayar 2 bulan dan 5 atau 6 bulan sudah kami usulkan ke BKAD. Kemungkinan besar dana transfer pusat yang belum masuk,” ujarnya, Selasa (2/12/2025).
Ia menutup tanggapannya dengan imbauan untuk “bersabar dan berdoa”, tanpa menyebutkan batas waktu penyelesaian maupun langkah konkret yang telah disiapkan pemerintah.
“Mari kita berdoa, insya Allah akhir tahun ada solusi. Pimpinan sedang berusaha. Mohon maaf dan terima kasih.”
Pernyataan tersebut dinilai tidak menjawab kondisi faktual yang terjadi di lapangan, di mana aparatur desa telah bertahan berbulan-bulan tanpa kepastian apa pun.
Di tengah beban administrasi, pelayanan publik, keamanan, dan penyelesaian persoalan sosial di desa, aparatur desa tetap diwajibkan menjalankan tugas secara penuh. Namun hak finansial yang menjadi penopang hidup mereka justru diperlakukan seperti kewajiban yang bisa ditunda semaunya.
Kepala desa dari berbagai kecamatan menilai kondisi ini sebagai bentuk penelantaran aparatur pemerintah. Penundaan hingga 8 bulan disebut belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Kabupaten Kuantan Singingi.
Banyak aparatur desa kini mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan dasar rumah tangga mulai dari dapur, cicilan, hingga biaya pendidikan anak.
Kades Petai Baru: “Sejak 2013, Ini Tahun Paling Gelap”
Suara paling keras disuarakan oleh Daryanto, Kepala Desa Petai Baru. Dalam unggahan pribadi, ia menumpahkan kekecewaan yang selama ini dipendam:
“Sejak saya menjabat 2013, ini tahun paling pahit. Paling gelap.”
Keluh kesahnya kini menjadi simbol dari rapuhnya tata kelola keuangan daerah dan kegagalan birokrasi dalam menjaga hak dasar aparatur pemerintahan.
LSM KPK RI Kuansing: “Aparatur Desa Dibuat Menangis dan Hidup dalam Ketidakpastian”
Ketua LSM KPK RI Kuansing, Fatkhul Mui’in, mengungkap fakta bahwa lebih dari satu dekade terakhir, keterlambatan pembayaran gaji paling lama hanya tiga bulan dan itu pun selalu terselesaikan sebelum tahun anggaran berakhir.
Namun tahun 2025 menjadi anomali paling buruk.
“Tidak ada jadwal, tidak ada alasan resmi, tidak ada penjelasan. Sekarang kepala desa, perangkat desa, dan BPD dibuat menangis dan hidup dalam ketidakpastian,” tegasnya.
Menurutnya, sikap diam yang dipertontonkan Pemerintah Daerah adalah bentuk pengabaian yang tidak dapat dibenarkan, terutama karena hak-hak tersebut merupakan amanat undang-undang.
Di tengah ruwetnya persoalan ekonomi masyarakat, aparatur desa mempertanyakan keseriusan pemerintah daerah menjaga profesionalisme dan integritas pengelolaan anggaran.
Bagaimana aparatur diminta bekerja maksimal sementara hak dasar mereka terabaikan?
Mengapa tidak ada garis waktu penyelesaian yang jelas?
Sampai kapan aparatur desa dibiarkan menggantung tanpa kepastian?
Situasi ini dinilai bukan lagi persoalan teknis, melainkan kegagalan manajemen keuangan daerah yang berdampak langsung pada kualitas pelayanan publik di tingkat desa.
Hak keuangan aparatur desa adalah kewajiban negara yang dijamin undang-undang bukan “opsional”, bukan “sukarela”, dan bukan pula urusan yang dapat ditunda tanpa batas waktu.
Menahan hak-hak tersebut tanpa kejelasan merupakan pelanggaran etika birokrasi, sekaligus tamparan terhadap martabat para aparatur yang setiap hari menjadi ujung tombak pelayanan publik di pedesaan.
Selama tidak ada kepastian pembayaran, dan selama pemerintah daerah memilih diam, maka penundaan ini bukan lagi sekadar dampak teknis, tetapi telah berubah menjadi kebijakan yang melukai rakyatnya sendiri.
Demikian ditegaskan Fatkhul Mui’in, menutup keterangannya.

