Kuantan Singingi – Malam di Desa Sako bukan lagi sekadar gelap, melainkan panggung pesta mafia BBM. Di SPBU 14-295-6126, jalanan lintas itu berubah seperti pasar malam: mobil pribadi berbaris rapi, bagasi terbuka, jeriken berjajar, Pertalite mengalir deras—sementara rakyat kecil hanya bisa menonton dengan dada sesak.
BBM subsidi yang seharusnya jadi “napas rakyat kecil”, justru disedot rakus oleh “tangan-tangan panjang” yang menari di bawah lampu SPBU resmi. Mobil Agya, Kijang LGX, Avanza, hingga L300 dan dump truck, bagai kafilah hantu yang saban malam melansir bahan bakar ke perut mafia.
Aturan hukum sebenarnya jelas seperti siang bolong. Pasal 55 UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 (jo. UU Cipta Kerja 11/2020) menancapkan ancaman: 6 tahun penjara, denda Rp60 miliar. Tapi di lapangan, pasal itu seperti macan ompong—gagah di atas kertas, tak berdaya di hadapan jeriken yang terus meneguk BBM rakyat.
“Sudah lama begitu, tiap malam mobil masuk isi jeriken. Kami rakyat kecil kesulitan beli Pertalite, tapi mereka bebas borong. Seakan hukum tidak berlaku di sini,” keluh seorang warga dengan nada getir.
Ironinya, ketika publik berharap aparat jadi palu keadilan, yang terdengar hanya bisikan lembut:
“Sudah kita sosialisasikan, Pak. Terima kasih infonya. Semalam juga kita sudah patroli,” ujar Kapolsek Pangean, AKP Aman Sembiring.
Sosialisasi? Patroli? Rakyat bertanya, apakah itu cukup untuk memutus mata rantai mafia yang sudah berurat-akar? Atau jangan-jangan, patroli hanya sekadar lewat sementara truk mafia terus hilir mudik bagai hantu yang tak tersentuh?
Jika situasi ini terus dibiarkan, jelas publik berhak curiga: apakah hukum sedang tidur, atau sengaja dipeluk erat agar tak bangun?
Mafia BBM bukan sekadar pencuri bensin rakyat. Mereka adalah perampok di siang bolong, penghianat keadilan, dan parasit yang menghisap darah sistem energi negeri ini.
Kini, masyarakat hanya bisa menunggu: apakah ada pedang hukum yang benar-benar turun menebas mafia ini, atau lagi-lagi hanya jadi drama panjang di mana yang kecil dipanggang, yang besar dibiarkan menari di atas bara.

