Banyuwangi//hariantempo.com -Aktivis Filsafat Logika Berpikir, Raden Teguh Firmansyah, kembali menggemparkan publik dengan kritikan super tajam terkait polemik permohonan maaf Suwito, Anggota DPRD Banyuwangi, yang sebelumnya menyinggung potensi koruptif di kalangan kepala desa.
Menurut Raden, permohonan maaf Suwito adalah langkah yang santun. Namun reaksi para kades justru menunjukkan betapa rapuhnya mental pejabat desa ketika disentuh sedikit saja kebenaran yang pahit.
“Maaf Suwito itu benar. Tapi kenapa para kades ini seperti kebakaran jenggot? Ada apa sebenarnya? Orang yang bersih tidak akan sibuk marah. Justru yang paling ribut biasanya yang paling takut ketahuan,” tegas Raden dengan nada tajam.
Raden menyebut para kades se-Banyuwangi tampak seperti kelompok yang sudah terlalu nyaman duduk di kursi empuk kekuasaan, hingga lupa bahwa uang rakyat bukan warisan turun-temurun.
“Mereka bertingkah seperti wilayah desa adalah kerajaan kecil milik pribadi. Ketika dikritik, langsung reaktif. Padahal seharusnya kritik itu dipakai untuk bercermin, bukan untuk bersembunyi,” lanjut Raden.
Tidak berhenti di situ, Raden mengeluarkan pernyataan paling ganasnya. “Audit itu bukan hantu” Tapi kalian yang bertingkah seperti korban kerasukan. Sebenarnya siapa yang kalian takutkan? Kritikan Suwito atau dosa administrasi yang kalian simpan?”
Raden menantang keras para kades untuk membuktikan diri. “Kalau benar kalian merasa difitnah, tunjuk satu orang saja yang berani tampil mewakili. Minta maaf kepada masyarakat karena kegaduhan ini, dan umumkan bahwa seluruh kades siap diaudit total tanpa negosiasi, tanpa drama, tanpa ngeles.”
Ia menambahkan pernyataan yang menggigit daging, “Jangan mimpi menutup bau busuk dengan spanduk dan konferensi. Bangkai yang kalian sembunyikan itu justru makin matang aromanya.”
Raden menegaskan, kritik bukanlah musuh. Yang menjadi musuh adalah ketidakjujuran yang selama ini ditaburi oleh jabatan.
“Pemimpin yang betul-betul bersih itu tidak defensif. Mereka justru menantang. ‘Silakan periksa!’ Tapi kalau reaksinya malah marah-marah, ya publik paham sendiri apa artinya,” katanya.
Di akhir pernyataan, Raden memberikan pukulan final, “Rakyat itu tidak buta. Mereka cuma diam. Dan diam rakyat jauh lebih berbahaya daripada kritik DPRD.”tutupnya.

