Surabaya//hariantempo.com -Aliansi Madura Indonesia (AMI) mengecam keras dugaan praktik penyalahgunaan jabatan dan wewenang oleh oknum Kepala Pengamanan Rutan (KPR) Medaeng yang diduga memeras warga binaan pemasyarakatan (WBP) demi keuntungan pribadi. AMI memastikan akan membawa kasus ini ke Kementerian IMIPAS RI untuk ditindaklanjuti secara serius.
Sekjen AMI, Abdul Azis, SH, mengatakan pihaknya telah mengantongi bukti-bukti kuat dugaan pemerasan terhadap WBP berinisial CM (Cak Mat), yang diketahui terlibat dalam jaringan peredaran narkoba di dalam rutan.
Menurut Azis, Cak Mat menyetor uang keamanan sebesar Rp 40,5 juta ke Kepala KPR Rutan Medaeng, sebagai syarat untuk dibiarkan menjalankan bisnis narkoba di dalam rutan tanpa gangguan.
“Ini jelas penyalahgunaan jabatan menggunakan posisinya sebagai pejabat pengamanan untuk memeras WBP. Uang itu bukan hanya pungli, tetapi bentuk intimidasi terhadap warga binaan yang posisinya lemah,” tegas Azis, Sabtu (12/7).
Ia menjelaskan, Cak Mat memberikan uang tersebut secara bertahap dan ke Kepala KPR Rutan Kelas 1 Surabaya dan juga melalui anak buah kepala KPR Kelas 1 Surabaya (Medaeng) penyerahan uang tersebut langsung ke ruangan Kepala Rutan Medaeng.
“Setoran itu dibawa sendiri oleh Cak Mat ke ruangan Hengky, pertama Rp 10 juta, lalu Rp 5 juta, hingga total Rp 40,5 juta. Karena dianggap tidak memenuhi target, kepala KPR kemudian memerintahkan pemindahan Cak Mat ke Rutan Pamekasan,” papar Azis.
AMI menyoroti bahwa perbuatan tersebut tidak hanya merusak marwah rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan yang seharusnya menjadi tempat pembinaan, tetapi juga melanggar hukum secara serius.
Azis menyebut praktik pemerasan seperti ini dapat dijerat dengan beberapa ketentuan pidana.
Pertama, melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), yang berbunyi :
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaan, memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, dipidana dengan penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Selain itu, juga dapat dijerat dengan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, yang berbunyi :
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu, seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
“Jadi jelas bahwa perbuatan kepala Rutan Kelas 1 surabaya melanggar UU Tipikor dan KUHP. Ini bukan hanya pelanggaran etik, tapi kejahatan serius yang harus diusut tuntas,” tegas Azis.
Selain Kepala KPR Rutan Kelas 1 Surabaya, AMI juga menyoroti dugaan keterlibatan staf KPR berinisial “SB” dan bandar narkoba dalam rutan berinisial “TB” dan “JL”, yang diduga ikut melindungi jalannya bisnis narkoba di dalam rutan dan menarik setoran dari para bandar.
Atas temuan tersebut, AMI meminta Menteri IMIPAS RI untuk segera:
– Menurunkan tim investigasi ke Rutan Medaeng untuk memeriksa Kepala KPR Kelas 1 Surabaya dan “SB”, beserta para pihak terkait.
– Mencopot seluruh oknum yang terlibat dalam praktik kotor ini.
– Membenahi sistem pengawasan di rutan agar praktik pemerasan dan peredaran narkoba tidak lagi terjadi
“Kami akan melayangkan laporan resmi ke Menteri IMIPAS RI. Kami juga mengingatkan bahwa Rumah Tahanan dan lembaga pemasyarakatan bukan ladang bisnis bagi oknum petugas, tetapi tempat untuk memulihkan dan membina WBP,” kata Azis.
AMI menegaskan akan mengawal kasus ini sampai para pelaku dihukum setimpal dan praktik semacam ini dihentikan.
“Kami tidak ingin ada lagi WBP yang jadi korban pemerasan oknum aparat yang menyalahgunakan kekuasaan. Ini kejahatan terhadap hukum, terhadap kemanusiaan, dan terhadap negara. Harus diberantas!” pungkas Azis.