KUANTAN SINGINGI – Situasi pasca penertiban aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kecamatan Cerenti, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, kini memanas. Setelah enam unit mobil operasional dan satu sepeda motor milik wartawan rusak akibat dibakar massa, Kapolres Kuansing AKBP Raden Ricky Pratidiningrat mengeluarkan ultimatum keras kepada para pelaku perusakan.
Dalam konferensi pers yang digelar di Mapolsek Kuantan Tengah, Kamis (9/10/2025), Kapolres menegaskan bahwa para pelaku diberi waktu 1×24 jam untuk menyerahkan diri secara sukarela. Jika tidak, aparat akan melakukan langkah tegas dengan penangkapan paksa.
“Kami harap pelaku perusakan maupun tambang ilegal menyerahkan diri secara baik-baik. Jika tidak, kami akan jemput secara paksa. Kami beri waktu 1×24 jam mulai hari ini,” tegas AKBP Raden Ricky Pratidiningrat di hadapan awak media.
Aksi brutal yang terjadi pada Selasa, 7 Oktober 2025, itu menandai salah satu insiden paling serius dalam operasi penertiban PETI di Kuansing tahun ini. Tidak hanya kendaraan milik petugas menjadi sasaran, namun aksi massa tersebut juga dianggap sebagai bentuk perlawanan terhadap penegakan hukum di daerah yang selama ini dikenal rawan aktivitas tambang ilegal.
Pihak kepolisian menilai tindakan anarkis tersebut tidak bisa ditoleransi, sebab bukan hanya merugikan negara, tetapi juga mengancam keselamatan personel di lapangan.
“Kami tidak akan mundur menghadapi pelaku PETI. Negara tidak boleh kalah oleh kelompok yang ingin merusak tatanan hukum dan kami sudah mengantongi nama-nama pelaku,” tegas Kapolres menambahkan.
Hingga berita ini diturunkan, tim gabungan Satreskrim Polres Kuansing dan Polsek Cerenti tengah melakukan penyelidikan intensif untuk mengidentifikasi para pelaku yang terlibat dalam perusakan tersebut. Polisi juga memastikan akan menindak tegas siapa pun yang mencoba menghalangi proses hukum.
Langkah cepat Kapolres Kuansing ini sekaligus menjadi peringatan keras bagi para penambang ilegal yang selama ini beroperasi bebas di wilayah Kuantan Singingi. Publik kini menanti, apakah ultimatum 1×24 jam itu akan benar-benar ditaati, atau justru berujung pada operasi besar-besaran untuk menangkap para pelaku.

