BANYUWANGI//hariantempo.com -Bagi pelaku kejahatan Pungutan Liar (Pungli), mengembalikan uang hasil pungli merupakan itikad baik, mereka berharap dengan mengembalikan hasil kejahatan moral mereka itu, akan dapat menghapus sanksi pidana yang bakal menghantar mereka menikmati dinginnya lantai hotel prodeo.
Namun pada kenyataannya justru berbanding terbalik, pengembalian uang hasil pungli, penipuan, maupun penggelapan tidak akan serta merta menghapus proses hukum seperti penyidikan, penuntutan, dan persidangan, penegakkan hukum tetap harus dilakukan, bahkan setelah pelaku mengembalikan seluruh uang hasil kejahatannya kepada korban.
Kendati pengembalian uang hasil kejahatan itu dapat meringankan sanksi hukum, namun perlu diingat, bahwa masih ada sanksi yang lebih berat dari sanksi hukum, yakni sanksi sosial, sebab masyarakat pada akhirnya sadar bahwa pemimpin atau pejabat yang telah diberikannya kepercayaan, ternyata justru membuktikan dirinya tega berbuat bengis pada rakyat-nya sendiri.
Dibawah kepemimpinan Kombes Pol. Rama Samtama Putra, S.I.K., M.H., M.Si., Polresta Banyuwangi dipastikan bakal membuyarkan mimpi indah mereka itu. hal ini dibuktikan dengan proses hukum atas laporan warga Desa Kelir yang ditipu mentah-mentah oleh mantan Kepala Desa-nya tahun 2022 silam dengan kedok program PTSL abal-abal alias sanjiepak.
Sejak pertengahan Mei 2025, Lufthi mantan Kepala Desa (Kades) Kelir, melalui kuasa hukumnya, berupaya mengembalikan uang senilai Rp.250.000., rupiah yang telah dipungut dari warganya dengan dalih adalah uang tanda ucapan terima kasih atas jasa administrasi pada pembuatan surat keterangan jual-beli, surat keterangan hibah dan surat keterangan waris.
Sedikit menyegarkan ingatan kita, Menteri Desa PDTT melarang Desa memungut atas jasa administrasi yang diberikan pada masyarakat Desa melalui Permendesa Nomor 1 Tahun 2015, Pasal 22 ayat (1) dan (2) huruf C tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa, sebelum akhirnya dicabut pada November Tahun 2023 silam.
Diwaktu yang hampir bersamaan, Nandi, salah satu oknum Kepala Dusun (Kadus) di Desa Rejoagung nampak sibuk mengembalikan uang yang telah ia pungut secara melawan hukum dari warga penerima program Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) gratis di Desa Rejoagung Th. 2022.
Berbeda dengan pengembalian uang hasil pungli Desa Kelir, yang dilakukan jelang penetapan tersangka, kali ini justru lebih parah, Kadus Nandi mengembalikan uang pungli pada warganya pada malam jelang kedatangan tim auditor dari Inspektorat Jenderal (Itjen) kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Rabu (21/05/2025) malam.
Pada wartawan K (40) salah satu warga penerima manfaat yang tak ingin Identitasnya diungkap menuturkan, malam itu dirinya mengaku kebingungan antara heran, kaget bercampur takut manakala tiba-tiba Kadus datang dan mengutarakan hendak mengembalikan uang yang telah dipungut dari tahun 2022.
“lak’e benjing pusat dugi, niki artone king deso, deso mpun coro nganune enten teguran, diken mbalekne yatrane njenengan,” ungkapnya dengan nada kesal meluapkan kekecewaannya.
(Besok kalau ESDM datang, ini uangnya dari Pemdes, sebab Pemdes singkat katanya sudah mendapatkan teguran dan diperintahkan mengembalikan uang warga. Red).
Tak sampai disitu, wanita paruh baya itu mengungkapkan bahwa sembari menyerahkan uang hasil pungli pada dirinya, Kadus beberapa kali berpesan agar dirinya sudi mengaku bahwa tidak pernah dipungut biaya bila nanti mendapatkan pertanyaan dari Tim Itjen KESDM yang akan datang menemuinya esok pagi.
Hal senada pun diungkapkan oleh puluhan warga penerima manfaat BPBL Rejoagung lainnya, namun sayang hingga berita ini diturunkan, Nandi, Kadus Desa Rejoagung tersebut enggan memberikan keterangan kendati beberapa kali Jurnalis B-news.id berupaya lakukan wawancara langsung maupun melalui sambungan telepon.
Lantas, Bagaimana kajian hukum tentang fenomena pengembalian uang hasil Pungli dari kacamata hukum, sebagaimana 2 contoh kasus pungli oleh perangkat Desa diatas, yang hingga saat ini statusnya masih dalam penyelidikan Polresta Banyuwangi.
Kesengajaan yang dilakukan oleh Kadus dan mantan Kades di Banyuwangi tersebut adalah kegiatan yang patut diduga adalah upaya dari para pihak terlapor untuk menghalang-halangi atau merintangi proses hukum dan atau Obstruction of Justice, sebagaimana diatur dalam pasal 221 KUHP dengan ancaman pidana kurungan selama 9 bulan.
Dengan demikian, pengembalian uang hasil pungli tidak akan menghapus pidana, dan belum tentu pula menjadi faktor penentu yang dapat meringankan hukuman, justru pelaku akan dianggap telah melakukan penghinaan terhadap marwah pengadilan yang berpotensi akibatkan hukuman tambahan bagi para pelaku.
Banyak pihak berharap pilar-pilar hukum di Kabupaten Banyuwangi dapat berkomitmen untuk selalu menjaga tegaknya keadilan hukum, tanpa ada diskriminasi atau mendapatkan perlakuan yang sama dihadapan hukum, demi memberikan rasa aman dan nyaman bagi seluruh masyarakat Banyuwangi. (irw)