BANYUWANGI//hariantempo.com -Sejumlah proyek infrastruktur yang tengah berjalan di berbagai wilayah kelurahan dan desa di Kabupaten Banyuwangi mendapat sorotan tajam dari masyarakat. Pasalnya, pelaksanaan proyek-proyek tersebut dinilai tidak transparan, kurang akuntabel, dan tidak menunjukkan keterlibatan aktif dari pemerintah daerah maupun DPRD Kabupaten Banyuwangi sebagai lembaga pengawasan dan pengendali.
Masyarakat menduga ada potensi penyimpangan anggaran dan pelanggaran standar teknis konstruksi yang semestinya dijaga ketat sesuai regulasi nasional. Temuan di lapangan memperlihatkan bahwa beberapa proyek fisik tidak menunjukkan papan informasi anggaran, pelaksana, maupun tenggat waktu pengerjaan. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius: di mana pengawasan dari pemerintah daerah dan para wakil rakyat di DPRD?
Proyek Asal Jadi, Standar Jasa Konstruksi Diabaikan
Sejumlah proyek, terutama di desa-desa yang dibiayai dari dana APBD maupun dana transfer pusat, seperti Dana Desa (DD) dan Dana Alokasi Umum (DAU), kerap kali dikerjakan dengan mutu yang dipertanyakan. Dalam beberapa kasus, proyek baru selesai dalam hitungan minggu namun sudah menunjukkan kerusakan – dari jalan yang mulai retak hingga drainase yang tidak berfungsi.
Padahal, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 22 Tahun 2020 tentang pelaksanaan UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, setiap proyek wajib dilaksanakan secara profesional, sesuai dengan standar teknis, serta dalam kerangka pengawasan ketat oleh pihak berwenang.
“Jika fungsi kontrol dan pengawasan lemah, maka proyek rentan menjadi ladang korupsi,”
ujar Ance TD Prasetyo, aktivis antikorupsi Banyuwangi.
Pemerintah Daerah dan DPRD Dinilai Lalai
Dalam konteks pelaksanaan proyek pemerintah, baik Pemerintah Daerah maupun DPRD Kabupaten Banyuwangi memiliki peran vital dalam mengawasi jalannya proyek. Namun, realita di lapangan memperlihatkan ketidakhadiran fungsi pengawasan tersebut. Pemerintah seolah hanya menjadi pelaksana formalitas, dan DPRD tampak pasif dalam mengkritisi atau menyikapi penyimpangan yang terjadi.
Tidak adanya keterbukaan informasi anggaran serta kurangnya pelibatan masyarakat lokal dalam pemantauan pelaksanaan proyek semakin memperkuat dugaan bahwa pengawasan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
“Setiap proyek yang bersumber dari uang rakyat seharusnya bisa diakses secara informasi dan dapat dipantau bersama. Jika proyek saja ditutup-tutupi, kita patut curiga ada sesuatu yang disembunyikan,”
tambah Ance TD Prasetyo.
Tuntutan Transparansi dan Reformasi Pengawasan
Kondisi ini menguatkan urgensi reformasi dalam mekanisme pengawasan dan pelaporan pelaksanaan proyek di tingkat daerah. Selain penguatan kapasitas pengawasan oleh inspektorat daerah, keterlibatan aktif masyarakat sebagai bagian dari kontrol sosial juga perlu digalakkan.
Rekomendasi:
Pemerintah daerah dan DPRD Banyuwangi harus meningkatkan transparansi dan keterlibatan masyarakat dalam setiap tahapan proyek konstruksi.
Penerapan teknologi informasi seperti e-procurement, e-monitoring, dan e-reporting perlu dimaksimalkan untuk memudahkan akses informasi publik.
Penegakan hukum tanpa pandang bulu terhadap pelanggaran proyek harus diterapkan, termasuk terhadap oknum kontraktor maupun pejabat pemerintah.
Jika tidak segera dilakukan pembenahan, proyek infrastruktur yang seharusnya menjadi sarana peningkatan kesejahteraan masyarakat justru akan menjadi simbol pemborosan anggaran dan kegagalan tata kelola pemerintahan. Kabupaten Banyuwangi perlu bergerak cepat untuk membenahi sistem pengawasan dan memastikan bahwa setiap rupiah dari anggaran publik digunakan dengan benar, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.